BANGKINANG- Seorang warga Bangkinang Kota inisial R (37) yang juga berprofesi sebagai kontraktor mengungkapkan, beberapa tahun ini proyek dari aspirasi anggota dewan atau biasa disebut dengan pokir atau pokok-pokok pikiran wakil rakyat banyak disalurkan dalam bentuk pekerjaan kecil atau proyek Penunjukan Langsung (PL). Paket itu bisa berupa semenisasi jalan setapak, drainase ukuran kecil, bangun pagar, rehab bangunan bahkan banyak dalam bentuk proyek paving blok.
Menurut warga inisial R ini, paving blok banyak dipilih jadi pokir dewan karena disebut banyak untungnya. Proyek PL ini tersebar di beberapa dinas.
“Dari anggaran paving blok 190-an juta saja kita bisa dapat untung 50 juta. Itu pun kita sudah nyetor 20 persen ke oknum yang punya pokir,” sebut R kepada wartawan, Selasa (11/6/2024).
Ia juga menyebut, pengerjaan paving blok ini pun semacam sudah dimonopoli oleh pihak tertentu.
“Ada orang yang mengerjakan paving blok ini, dia semacam spesialis paving blok. Hampir semua paving blok dia yang mengerjakan. Semacam sudah dimonopolinya. Kita duga juga ada oknum pejabat yang ikut main sama yang monopoli tersebut,” beber dia.
Lebih jauh dari itu, ia menyebut pula ada oknum kontraktor bisa memborong pengerjaan proyek dari aspirasi anggota dewan 30 hingga 40 buah proyek penunjukan langsung. Proyek-proyek ini bisa dalam berbagai macam pekerjaan, mulai dari paving blok, buat pagar, rehab bangunan dan lain-lain.
“Ada oknum yang sampai mengerjakan proyek pokir ini 30 sampai 40 item pekerjaan,” imbuhnya.
Kata R, oknum tersebut bisa memborong poyek pokir ini karena punya modal banyak, lantaran dia bisa bayar di muka komitmen fee proyek PL tersebut.
Sementara Ketua LSM KPK-Nusantara, Kabupaten Kampar, Dedi Osri meminta penggunaan uang APBD harus berdasarkan kebutuhan bukan atas dasar kepentingan elit-elit dan para anggota dewan.
“Jangan ada kesan bagi-bagi APBD antara eksekutif dan legislatif. Kesan itu bisa kita lihat dari jenis jenis proyek dari aspirasi dewan ini, hampir seragam. Makanya banyak item pekerjaan itu hanya terkesan mengakomodir kepentingan anggota dewan bukan pada kebutuhan prioritas rakyat,” ucapnya.
Ia mencontohkan, kasus adanya anak SD Negeri 002 Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu yang terpaksa belajar di bangunan bekas WC. Hal ini harus dijalani oleh anak-anak didik di sana karena sekolah milik pemerintah ini kekurangan ruang belajar.
“Bisa pula anak SD Negeri belajar di bangunan bekas WC. Sementara anggaran di Dinas Pendidikan itu banyak. Tapi PL-nya rata rata dalam bentuk paving blok dan pagar sekolah yang dibagi bagi para anggota dewan. Sementara masih ada sekolah yang tak punya ruang belajar yang layak, ini kan aneh bin ajaib,” tuturnya.
Ia mengingatkan tugas anggota dewan itu hanya ada tiga, yaitu legislasi, penganggaran mengontrol atau mengawasi kerja eksekutif.
Untuk itu, ia mengingatkan para anggota legislatif untuk tidak terlalu jauh ikut serta dalam kerja kerja eksekutif. Sebab kata dia, para wakil rakyat tidak punya visi misi seperti halnya kepala daerah.
“Visi-misi anggota dewan tidak ada. Yang ada hanya visi misi kepala daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Pembangunan yang diselenggarakan itu harus untuk menuju RPJMD tersebut, anggota dewan yang mengawasi dan memastikan RPJMD tersebut tercapai sesuai target,” tutur Dedi.
Adapun RPJMD Kabupaten Kampar, sebutnya, secara garis besar adalah membangun jalan dan jembatan di seluruh wilayah yang ada guna membuka akses demi menggeliatkan roda ekonomi di setiap wilayah.
“Kalau paving blok ke paving blok saja, kapan mau tercapai RPJMD Kampar di 2026,” tutupnya.
**red**