
Oleh : Rosna Hilky Marbun Mahasiswa Program Studi Lingkungan, Pasca Sarjana Universitas PGRI Sumatera Barat
Padang – Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu Provinsi yang berada di Negara Indonesia, luas wilayah Provinsi ini yaitu 42.012,89 Km2 Dan memiliki penduduk berjumlah 5.640.629 jiwa pada tahun 2022 (BPS Provinsi Sumatera Barat, 2022). Provinsi Sumatera Barat memiliki 391 pulau yang tersebar di berbagai tempat di Sumatera Barat, salah satunya di Kabupaten Mentawai dengan jumlah pulau terbanyak yang berada di Sumatera Barat. Selain itu, Provinsi Sumatera Barat sangat rentan akan adanya bencana alam gempa bumi dan tsunami. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas lempeng Mentawai Mega thrust yang sangat kuat. Tercatat pada tahun 2020 Provinsi Sumatera Barat mempunyai risiko yang sangat tinggi terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami dengan Indeks Risiko Bencana (IRB) sebesar 150,24.
Kepulauan Mentawai adalah sekelompok pulau yang mempesona yang terletak sekitar 150 kilometer di lepas pantai barat Sumatra, Indonesia. Terdiri dari empat pulau utama yakni Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan, Mentawai terkenal dengan lanskap alamnya yang masih alami dan keanekaragaman hayati yang kaya. Hutan hujan tropis yang lebat menyelimuti pulau-pulauini, menjadi rumah bagi berbagai spesies endemik yang tidak ditemukan di tempatlain. Penduduk asli Mentawai, yang dikenal dengan Suku Mentawai, memiliki budaya yang unik dan tradisi yang kaya, termasuk tato tubuh yang rumit dan rumah adat tradisional yang disebut uma.
Sebagai daerah yang rawan gempa dan tsunami, penting bagi masyarakat Mentawai, terutama generasi mudanya, untuk dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan mitigasi bencana. Inisiatif edukasi mitigasi bencana melalui buku saku dan kearifan local menjadi langkah strategis yang tidak hanya menyelamatkan nyawa tetapi juga melestarikan kebudayaan Mentawai.
Buku Saku mitigasi bencana alam – dirancang sebagai panduan praktis bagi anak-anak dan remaja di Mentawai. Buku ini berisi informasi dasar tentang jenis-jenis bencana yang mungkin terjadi di wilayah mereka, seperti gempa bumi dan tsunami. Dengan ilustrasi yang menarik dan bahasa yang sederhana, buku saku ini menjelaskan langkah-langkah darurat yang harus diam bila saat bencana terjadi, seperti cara evakuasi yang aman, titik kumpul yang telah ditentukan, dan nomor-nomor darurat yang harus dihubungi.
Tidak hanya itu, buku saku ini juga memuat cerita-cerita inspiratif dari pengalaman warga Mentawai yang berhasil selamat dari bencana. Cerita-cerita ini diharapkan dapat memberikan motivasi dan pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya kesiapsiagaan bencana.
Kepulauan Mentawai sebagai daerah yang rawan terhadap bencana alam, masyarakat asli suku Mentawai diduga memiliki pemahamannya sendiri dalam menghadapi bencana alam, hal tersebut di dapat dari hasil pengetahuan dan pemahaman suku Mentawai yang tinggal di daerah tersebut. Kearifan local dapat diartikan sebagai pengetahuan lokal (local knowledge) atau pengetahuan asli dari suku tersebut (indigeneous knowledge) (Murdiati, 2015). kearifan local juga dapat di artikan sebagai pemikiran yang berharga dan sangat bijaksana, yang diwujudkan serta dipedomani oleh anggota masyarakat lainya. Kearifan local tidak terbatas pada pengetahuan dan pemahaman suatu masyarakat terhadap manusia dan lingkungannya, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana manusia bersikap atau bertindak dalam menghadapi suatu wilayah yang memiliki berbagai macam sumberdaya alam.
Ada beberapa kearifan local berupa penanggulangan bencana yang dimiliki masyarakat Mentawai, yaitu: Kepercayaan arat Sabulangan- Masyarakat suku Mentawai terdiri dari penganut animisme yang mempercayai roh-roh alam, segala sesuatu yang ada di sekitarnya, dalam hal ini berhubungan dengan alam semesta yang berjiwa. Arat sabulungan mengenal 3 dewa (dewa), yaitu dew alaut (Tai Kabagat-Koat), dewa hutan dan gunung (Tai Ka-leleu) dan dewa langit (Tai Ka- Manua) (Nur et al., 2019). Sabulungan berasal dari kata sa dan bulung. Sa artinya bundel, bulung artinya lembaran daun.Kepercayaan arat sabulangan adalah salah satu kepercayaan yang terdapat pada masyarakat suku Mentawai yaitu mengajarkan keseimbangan antara alam dengan manusia. Kepercayaan ini mengajarkan masyarakat untuk memperlakukan alam, tumbuh-tumbuhan, air dan binatang seperti halnya manusia Selain itu, Suku Mentawai meyakini bahwa hutan merupakan tempat tinggal para dewa yang harus dihormati, maka jika tidak, akan terjadi bencana dan malapetaka di wilayah tersebut.
Umma (rumah ramah gempa)-Rumah di Mentawai dibangun dengan bantuan keluarga. Bahan yang digunakan untuk membuat rumah tersebut diambil dari hutan dan memiliki struktur bangunan yang cukup kuat dan fleksibel untuk menahan guncangan gempa. Pada prinsipnya rumah (umma) bagi suku Mentawai ini hamper sama dengan desain rumah gadang pada masyarakat minang. Bentuk desain pada rumah gadang di topang dengan tiang yang panjang dan kokoh yang menyerupai kapal dengan memiliki tinggi 3 meter dari tanah yang digunakan sebagai pondasi, hal tersebut yang membuktikan bahwa rumah tersebut sangat kuat walaupun dibangun di tempat geografis yang sering terjadi gempa. Rumah tersebut dibuat dengan menciptakan filosofi seperti kuatnya kapal yang berlayar ditengah guncangan ombak namun tetap kokoh.
Cerita rakyat suku mentawai-cerita rakyat mentawai merupakan gambaran kosmologi mereka mengenai keharmonisan hidup dengan lingkungan alam social dan budaya. Berdasarkan dua cerita yang berkembang di suku Mentawai yaitu, Sitakkigagailau dan Pagetasabbau yang berisi tentang asalmula sikerei dan kekuatan supranatural yang dimilikinya. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan contoh ketaatan masyarakat Mentawai terhadap keyakinannya. Punen adalah suatu medium yang mengorbankan nyawa dan jiwanya agar semua yang dilakukannya menjadi baik setelahnya. Pada saat yang sama, “sikere” (dukun atau mediator) menjadi pemimpin upacara dan mediator, menghubungkan dunia nyata dengan yang gaib.