Serdang Bedagai| Liputan24jam.com
Dugaan tindakan pembiaran perbuatan melanggar hukum terus saja berlanjut tanpa ada ketegasan dalam tindakan dan semakin leluasa di wilhum Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.
Hal ini nampak jelas sekali seperti yang terjadi di Bantaran Sungai Ular dimana pengerukan tanah dan material lainnya diduga tanpa ada izin (Illegal) terus saja berjalan tanpa ada tindakan apapun bahkan disaat musim hujan saat ini yang sudah mengakibatkan banjir dan longsor dimana-mana, Jum’at (26-12-2025) sekira pukul 04.00 wib dinihari.
Dan sudah santer terdengar dua orang Pengusaha yang biasa di panggil Petir dan rekan sejak 3 tahun silam telah melakukan usaha jual beli tanah bantaran sungai Ular secara ilegal.
Bahkan dengan menggunakan alat berat seperti excavator sampai 3 unit yang kemudian di muat dan diedarkan menggunakan dumtruck ke daerah desa-desa kecamatan di kabupaten Deli Serdang sebagai material pembuatan batu bata, walaupun ilegal proses keluar masuk kendaraan dumtruck berjalan dengan lancar tanpa hambatan, harga material tanah bantaran dilokasi sebesar Rp.300.000,- ( tiga ratus ribu rupiah)
SR warga Perbaungan saat di konfirmasi awak media Kamis ( 25-12-2025) menjelaskan bahwa pengorekan dengan menggunakan alat berat beco ataupun excavator sudah berjalan lumayan lama mungkin 4 tahun lebih, tanah diangkut dumtruck untuk diantar ke yang membutuhkan untuk batu bata sebagian besar ke arah Lubuk Pakam, Pagar Merbau dan Beringin, harga di pembelian tanah bantaran di lokasi mencapai Rp.300.000 , selama ini warga masyarakat merasa resah mereka takut bila ada hal yang tidak diinginkan terjadi.
Baca Juga : Pelantikan Ratusan Pelajar SMA Plus Taruna Akterlis Medan Dan SMK Plus Taruna Brikarya Intek Nusantara
“Adanya galian C ilegal di bantaran sungai Ular warga masyarakat resah sejak dulu, warga masyarakat takut bila tembok sungai Ular tidak mampu bertahan menahan air sungai Ular bila musim penghujan tiba, dan kini sudah tiba musim hujan deras dan banjir serta longsor di beberapa daerah.

Kami sangat takut, bila para pengusaha mengambil material tanah di bantaran sungai Ular.
Bila terjadi air sungai Ular sangat tinggi tembok abrasi / terkikis air sungai dan terjadi banjir karena jebolnya tembok benteng sungai Ular yang menanggung dan mengalami kerugian besar bukan pengusaha namun kami warga masyarakat,” keluhnya
“Selain harta benda , kami juga tidak mau menjadi korban lainya bahkan nyawa kami bisa terancam bila banjir besar terjadi, apa lagi nyawa kami hanya satu tidak ada cadangan nyawa.
Jadi kami harap untuk kenyamanan dan keamanan warga masyarakat desa kecamatan Perbaungan Serdang Bedagai kami meminta kepada bapak Kapolda Sumatera Utara Polres Serdang Bedagai untuk segera menghentikan dan menangkap para pengusaha nakal galian C, selain ilegal material tanahnya karena bantaran sungai yang Dikomersialkan (perjual belikan) serta melawan hukum segera di proses sesuai aturan hukum dan undang-undang yang ada di NKRI.
Dan mereka para pengusaha benar-benar bisa di katakan rakus dan serakah pengorekan di lakukan bukan pada pagi hari saja melainkan dari pagi hingga pagi datang kembali 24 jam.
Pelaku penambangan (korekan) galian C ilegal di bantaran sungai di Indonesia dapat dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Baca Juga : Walikota Hadiri Launching Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi Yayasan Kemala Bhayangkari Polres Tanjungbalai
Pasal dan Hukuman Utama :
Pasal utama yang digunakan untuk menjerat pelaku penambangan ilegal adalah :
Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 : Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Ancaman Tambahan Terkait Lingkungan
Selain UU Minerba, penambangan ilegal di bantaran sungai juga merusak lingkungan dan dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang lain seperti :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH): Pasal-pasal dalam UU ini dapat menjerat pelaku yang kegiatannya menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang signifikan, dengan ancaman pidana dan denda yang lebih berat, termasuk pidana penjara hingga 10 tahun.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (jika lokasi termasuk kawasan hutan): Penambangan tanpa izin di kawasan hutan dapat dikenai sanksi pidana penjara dan denda.
Pihak yang membeli atau menggunakan material dari galian C ilegal (penadah) juga bisa dipidana berdasarkan Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penadahan, dengan ancaman pidana hingga 4 tahun penjara.
Perlu dicatat bahwa istilah “galian C” saat ini secara hukum telah diganti menjadi “batuan” berdasarkan UU Minerba. Kewenangan perizinan untuk pertambangan batuan saat ini berada di tingkat Pemerintah Provinsi.
(Perwarta Zulham Effendi)
